Label

Sabtu, 23 Agustus 2014

Identifikasi Dampak Lingkungan Akibat Kegiatan Penambangan Emas Tradisional di Polimak IV Kota Jayapura (Tahun 2012)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dilihat dari sisi geologis Provinsi Papua kaya akan bahan tambang, baik itu yang masuk dalam kelompok bahan galian strategis dan vital maupun yang masuk dalam kelompok bahan galian industri (golongan C). Seperti halnya di Kota Jayapura, selain memiliki potensi bahan galian industri (golongan C) juga memiliki potensi bahan galian vital (golongan B), seperti emas (emas aluvial).
Walaupun jumlah cadangan emas di Kota Jayapura tidak sebesar bahan galian golongan C, namun ada sebagian masyarakat yang bergelut dengan aktivitas penambangan emas secara tradisional. Seperti yang terlihat di lokasi penambangan emas secara tradisional di kawasan Polimak IV Kota Jayapura. Aktivitas penambangan emas secara tradisional atau yang dikenal dengan nama “dulang emas”, dilakukan oleh masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan Polimak IV dekat Kodam XVII Trikora.
Aktivitas penambangan emas di lokasi tersebut secara tidak langsung turut membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Tapi, tak dapat dipungkiri juga bahwa aktivitas penambangan emas tradisional juga memberi dampak negatif bagi lingkungan, yakni menaiknya jumlah tanah yang tererosi, menaiknya jumlah transport sedimen, meningkatnya potensi dan ancaman tanah longsor dan gerakan massa tanah, serta menurunya kualitas air sungai.
Aktivitas penambangan emas secara tradisional disamping dapat menyebapkan penurunan mutu lingkungan hidup juga dapat mempercepat proses penurunan potensi tanah, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kegiatan pembangunan dimasa yang akan datang. Jika daya tampung lingkungan dilampaui, maka struktur dan fungsi dasar ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan akan rusak dan keberlanjutan fungsi lingkungan pun terganggu. Keberadaan ini selanjutnya akan menjadi beban sosial, karena pada akhirnya masyarakat dan pemerintah yang harus menanggung beban pemulihannya.

1.2. Perumusan Masalah
1)      Bagaimana dampak kerusakan lingkungan yang timbul akibat adanya aktivitas penambangan emas secara tradisional ?
2)      Bagaimana bentuk kerusakan lingkungan yang timbul di lokasi penambangan emas secara tradisional ?
3)      Bagaimana upaya pengelolaan lingkungan di lokasi penambangan emas secara tradisional ?

1.3. Tujuan
1)      Mengindetifikasi dampak lingkungan yang terjadi akibat kegiatan penambangan emas secara tradisional di Polimak IV
2)      Mengidentifikasi bentuk kerusakan lingkungan di lokasi penambangan emas secara tradisional
3)      Mengajukan rekomendasi atau usulan upaya pengelolaan lingkungan hidup

BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1. Hasil
2.1.1. Letak Lokasi  
Lokasi penambangan emas secara tradisional di Polimak IV masuk di dalam wilayah administratif Distrik Jayapura Selatan.
Gambar 2.1. Peta Administratif Distrik Jayapura Selatan

Gambar 2.2. Citra lokasi studi 

2.1.2. Keadaan Topografi Lokasi Studi
Lokasi studi tepatnya berada di perbukitan Polimak IV dekat Kodam XVII Trikora atau sekitar ±200 meter dari jalan raya naik menuju Kodam XVII Trikora. Lokasi pendulangan emas secara tradisional merupakan kawasan perbukitan dengan elevasi antara 70-200 meter dari permukaan laut.
Gambar 2.3. Peta topografi lokasi studi 
2.2. Pembahasan
2.2.1.  Alat dan Teknik Penambangan
A. Alat
Penambangan emas di Polimak IV Distrik Jayapura Selatan dilakukan secara tradisional, namun ada beberapa penambang yang menggunakan peralatan mekanis yakni pompa untuk mengangkat air ketempat penggalian tanah, guna mengencerkan tanah. Secara umum alat yang digunakan untuk menambang adalah sebagai berikut :
1.      Pompa Mekanis
2.      Kuali
3.      Ember
4.      Sekop
5.      Pacul
6.      Karpet
7.      Beberapa batang kayu.

B. Teknik Penambangan
Penambangan emas di Polimak IV menggunakan teknik penambangan yang boleh dikatakan masih bersifat tradisonal, berikut langkah-langkah penambangan :
1)      Penambang menggali tanah di perbukitan menggunakan linggis, sekop serta pacul. Tanah yang telah digali kemudian diencerkan dengan air. Air ini berasal dari sebuah kali kecil dekat tempat penggalian tanah. Karena tempat penggalian lebih tinggi dari sumber air, maka air disedot keatas tempat penggalian menggunakan pompa.

Gambar 2.4. Aktivitas penambangan emas secara tradisional (Dok Penulis 2012)

2)      Di dekat tempat penambang menggali tanah dibuat saluran yang menuju kali kecil tempat dimana mereka menggambil air untuk mengencerkan tanah. Tanah yang sudah diberi air dan sedikit basah kemudian disekop kearah saluran. Tanah diaduk-aduk menggunakan sekop agar sedikit encer, lalu dialirkan bersama air menuju saluran yang lebarnya sekitar 1 meter. Didalam saluran di susun-susun batu-batu kecil secara berjenjang guna memperlambat aliran, agar tanah mudah terendapkan di dalam karpet.
Gambar 2.5. Proses penambatan tanah masuk kedalam karpet (Dok Penulis 2012)

3)      Tanah yang turun kemudian diendapkan di dalam karpet yang kedua sisinya disanggah menggunakan beberapa kayu balok. Tanah yang terperangkap di dalam karpet kemudian diangkat dan dimasukan kedalam kuali. Tanah yang masuk kedalam kuali kemudian digoyang-goyang bersama air, untuk mengeluarkan butiran-butiran tanah kasar. Setelah digoyang-goyang akan tampak pasir hitam yang menurut penambang disebut "pasir penghantar emas". Setelah digoyang-goyang lama-kelamaan akan nampak serbuk-serbuk halus berwarna agak kekuning-kuningan.
Gambar 2.6. Proses pendulangan emas menggunakan kuali (Dok Penulis 2012)

4)      Serbuk-serbuk halus yang berwarna kekuning-kuningan ini kemudian dikumpulkan sampai banyak atau menurut para penambang harus mencapai 1 kaca baru bisa dijual. Selanjutnya serbuk-serbuk ini akan ditaruh diatas sendok lalu dipanaskan dengan api hingga warna keemasan tampak lebih cerah, serta pengotor yang ikut menempel bersama serbuk emas hilang.
5)      Kemudian serbuk emas hasil pembakaran ini dikemas dalam kertas rokok. Kalau hasil dulang penambang sudah banyak atau bernilai ekonomis, langsung dijual ke toko emas atau perhiasan. Serbuk emas ini jika dikumpulkan mencapai 1 kaca, maka harganya ditaksir mencapai sekitar Rp. 40.000 dan kalau hasil dulangan penambang bisa mencapai 1 gram, maka harganya ditaksir mencapai sekitar Rp 400.000. Karena penambangan ini dilakukan secara berkelompok, maka uangnya akan dibagi bersama.

2.2.2. Dampak Aktivitas Penambangan Emas Secara Tradisional Bagi Lingkungan 
Kegiatan penambangan emas secara tradisional di Polimak IV juga memberi dampak negatif bagi lingkungan. Berikut dampak-dampak negatif yang mungkin timbul akibat adanya aktivitas penambangan :
1)      Meningkatnya Ancaman Tanah Longsor
Dari hasil observasi di lokasi penambangan emas secara tradisional di lapangan ditemukan  bahwa aktivitas penambangan berpotensi meningkatkan ancaman tanah longsor. Dilihat dari teknik penambangan, dimana penambang menggali bukit tidak secara berjenjang (trap-trap), namun asal menggali saja dan nampak bukaan penggalian yang tidak teratur dan membentuk dinding yang lurus dan menggantung (hanging wall) yang sangat rentan runtuh (longsor) dan dapat mengancam keselamatan jiwa para penambang.

Gambar 2.7. Aktivitas penggalian tanah (Dok Penulis 2012)

2)      Hilangnya Vegetasi Penutup Tanah
Penambang (pendulang) yang menggali tanah atau material tidak melakukan upaya reklamasi atau reboisasi di areal penggalian, tapi membiarkan begitu saja areal penggalian dan pindah ke areal yang baru. Tampak di lapangan bahwa penambang membiarkan lokasi penggalian begitu saja dan terlihat gersang. Bahkan penggalian yang terlalu dalam membetuk kolam-kolam pada permukaan tanah yang kedalamannya mencapai 3-5 meter.
Gambar 2.8. Areal  bekas penggalian tanah dibiarkan begitu saja tanpa adanya upaya reklamasi berupa penghijauan (Dok Penulis 2012)
3)      Erosi tanah
Areal bekas penggalian yang dibiarkan begitu saja berpotensi mengalami erosi dipercepat karena tidak adanya vegetasi penutup tanah. Kali kecil yang berada di dekat lokasi penambangan juga terlihat mengalami erosi pada tebing sisi kanan dan kirinya. Selain itu telah terjadi pelebaran pada dinding tebing sungai, akibat diperlebar dan diperdalam guna melakukan aktivitas pendulangan dengan memanfaatkan aliran kali untuk mencuci tanah.
4)      Sedimentasi dan  Menurunnya Kualitas Air
Aktivitas penambangan emas secara tradisional yang memanfatkan aliran kali membuat air menjadi keruh dan kekeruhan ini nampak terlihat di saluran primer yakni kali Anafre. Pembuangan tanah sisa hasil pendulangan turut meningkatkan jumlah transport sedimen.
Gambar 2.9. Menurunnya kualitas air sungai akibat pembuangan tanah sisa penambangan kedalam aliran air (Dok Penulis 2012)

2.2.3. Rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan


No
Dampak Lingkungan
Upaya Pengelolaan Lingkungan
1
Meningkatnya ancaman tanah longsor dan gerakan massa tanah (mass movement)
  • Perlu dilakukan penggalian tanah secara berjenjang (trap-trap)

2
Erosi dan Sedimentasi
  • Perlu dibangun check-dam untuk mencegah pelumpuran pada saluran pengairan umum (drainase) maupun saluran induk, yakni kali Anafre.
  • Kali kecil yang digunakan airnya oleh pendulang untuk memisahkan emas dengan tanah harus dipasang bronjong kawat, guna memperlambat erosi pada tebing sungai.

3.
Pengupasan tanah pucuk dan menghilangnya vegetasi akibat kegiatan penggalian tanah.
  • Perlu dilakukan upaya reklamasi, seperti melakukan reboisasi di areal bekas penggalian.
  • Setelah melakukan penggalian jangan meninggalkan lubang penggalian begitu saja, sebaiknya lubang penggalian ditimbun terlebih dahulu sebelum pindah ke tempat lain.



BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan

1)      Aktivitas penambangan emas secara tradisional berdampak pada menghilangnya vegetasi penutup tanah, meningkatnya ancaman tanah longsor di lokasi penggalian tanah, erosi, menurunnya kualitas air serta terjadinya sedimentasi pada saluran drainase maupun kali Anafre.
2)      Bekas lokasi penggalian yang ditinggalkan tanahnya gersang tanpa vegetasi penutup diatasnya serta di beberapa titik ditemukan lubang-lubang bekas penggalian dengan kedalaman pengalian yang mencapai 3-5 meter.
3)      Di lokasi penambangan belum ada upaya pengelolaan lingkungan secera terencana dan sistematis. Para penambang hanya meninggalkan lahan yang habis digali begitu saja, tanpa ada sebuah upaya reklamasi.

3.2. Saran

a.       Diharapkan kepada instansi terkait agar melakukan sebuah upaya penyuluhan dan pembinaan agar para penambang yang melakukan pendulangan emas ini dapat sadar dan mengerti tentang dampak negatif yang ditimbulkan dari aktivitas penambangan emas terhadap lingkungan.
b.      Diharapkan kepada para penambang maupun pemerintah melalui instansi terkait  agar melakukan sebuah upaya reboisasi di titik lokasi yang gersang dan tandus di sekitar areal penambangan.

Daftar Pustaka :
Direktur Jenderal Pertambangan Umum, 1987, Buku Petunjuk Pengelolaan Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan . Pusat Pengembangan Teknologi Mineral.
KEPMENLH Nomor 43 Tahun 1996 tentang Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C jenis Lepas di Daratan
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.